Senin, 05 November 2012

Legenda Si Gombar

ATMOSFER perkotaan Garut di putaran tahun 1960-an, laksana wajah kota dalam film western. Pemandangan kota kecil, yang berharga klasik. Beralasan, saat layanan jasa KA Garut selesai, warga pun tiada habis bertanya, terkait lagi dengan cerita orangtua. ”Jaga kareta api teh bakal nepi ka Pameungpeuk. Mun geus nepi ka pakidulan, cirining nagari bakal subur ma’mur loh jinawi” (”Nanti kereta api akan sampai ke Pameungpeuk. Jika sudah menepi ke selatan, itu pertanda negeri akan subur makmur loh jinawi”).
Akan tetapi, lakon kereta api di Garut tak sempat menembus kawasan selatan. Agaknya, kenyataan itu bukan menepis cerita angin surga dari kalangan leluhur. Tak lain, karena kesaksian alm. M. Endang mantan petugas DKA menuturkan, bahwa sebenarnya tahun 1945 pemerintah pernah merancang penyambungan rel KA, dari stasiun Cikajang ke Pameungpeuk Garut. Upaya memanjangkan rel KA sejauh 50 km itu terhenti, karena benturan teknis.

Kebutuhan bentangan rel, terbenteng dinding Pegunungan Batu Tumpang di Cikajang. Alur jembatan KA pun harus banyak mengangkangi kedalaman lembah yang sangat curam. 49 tahun kemudian, angin segar kembali bertiup. 18 Maret 1994, saat Dr. Haryanto Dhanutirto menjabat Menteri Perhubungan RI, mengungkapkan bahwa pemerintah bersiap membangun lagi perkeretaapian di Garut.


Menurut Menhub selepas berziarah ke makam keluarganya di Cisurupan, pihaknya dalam waktu dekat akan melakukan survei untuk meneliti kelayakan kondisi jalur rel kereta api, dari Cibatu hingga Cikajang sejauh 50 km. Uniknya, sebelum itu terumbar kabar ganjil, tentang keretakan dinding Pegunungan Batu Tumpang, yang dianggap bukan pekerjaan manusia. Banyak orang memaknai itu sebagai isyarat akan terwujudnya jalan kereta api ke pesisir selatan Garut.
Kenyataan lain berpaling dari rancangan. Upaya mengembalikan kejayaan KA Garut justru memanjangkan obsesi lama. Puluhan tahun sudah, legenda lok Si Gombar tak berdaya lagi membelah keramaian Kota Garut. Segenap lapisan warga Garut kehilangan. Terlebih, karena kereta yang melintas lima kali dalam sehari itu, mengental sebagai patokan waktu. Oleh karena itu, warga Garut pernah tersentak, saat suatu sore KA muncul menarik gerbong tangki.

Berulang kali terjadi, kehadiran kereta api dengan rangkaian gerbong tangki. Terkabar, Perumka kembali mengoperasikan KA Cibatu-Garut, hanya untuk memasok BBM ke PTG (Pabrik Tenun Garut). Namun, kemitraan Perumka dengan pabrik tenun legendaris Garut itu tak berlangsung lama, karena dinilai tidak saling menguntungkan. Kondisi seperti itu pula yang terjadi pada tahun 1955, ketika KA Garut menjajaki layanan jasa trayek ke Bandung.
Jelang penghentian operasi KA, lengkingan ”Si Gombar” tak lagi nyaring. Gemuruh lokomotif bertenaga uap itu, bagai helaan napas ketuaan yang harus tersenggal-senggal. Kondisi lokomotif KA sakit-sakitan. Laju kereta tak bisa lagi berpacu dengan waktu. ”Raksasa Hitam” bergelar ”Si Gombar” itu pun ambruk. Bahkan, orang mampu mengejar laju kereta yang bertolak dari Halte Wanaraja ke arah Halte Cinunuk, menyusuri rentang jarak 1 kilometer.
Tentu saja, karena kereta api bergerak lamban dengan sisa tenaga masa lampau. Acap kali pula terjadi, kereta mundur lagi ke jalanan datar, sebelum merangkak melintasi tanjakan tajam memanjang di kawasan Cikajang. Citra KA di Garut lalu memburam. Memang ”Si Gombar” pernah berganti wajah lokomotif diesel. Akan tetapi, kereta modern itu tak bisa melumat beratnya tanjakan rel di celah lahan berbukit itu. (Dok. Pariwisata, "PR"; 16/4/11)***

Selasa, 21 Agustus 2012

Atraksi adu domba khas jawa barat.

ATRAKSI ADU DOMBA JAWA BARAT.

Adu domba merupakan salah satu kesenian khas rakyat jawa barat yang cukup digemari, terutama di kalangan tradisional. Kesenian ini merupakan peninggalan leluhur yang masih bertahan eksistensinya hingga saat ini.
Antrian domba untuk bertanding
Antrian domba menunggu giliran pertandingan..

Rabu, 18 Juli 2012

Peribahasa Sunda


budaya sundaTerinspirasi dari seorang tokoh sesepuh masyarakat sekaligus orang tua saya sendiri, sebuah catatan kecilnya (buku agenda) yang tersusun rapi berisikan tulisan-tulisan yang sangat bermanfa'at, salah satunya adalah tulisan yang disusun dengan tulisan tangan dalam bahasa sunda.

Budaya Sunda

cikuray
Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut, dan sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk berbicara dengan orang yang lebih tua.

Minggu, 15 Juli 2012

Kronologi Sejarah Sunda


Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/ Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada sejak jaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun. 

Sejarah Sunda Pakuan Pajajaran


Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya. Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Sejarah Sunda Pakuan Pajajaran


Nama Sunda mulai digunakan oleh Maharaja Purnawarman dalam tahun 397 M untuk menyebut ibukota kerajaan yang didirikannya. Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 - 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.

Watak Budaya Sunda

Sunda berasal dari kata Su = Bagus/ Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup. Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun. 

Jumat, 06 Juli 2012

Sekilas Budaya Sunda


Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda.